Dewasa
ini bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada
ilmu-ilmu terapan dan murni lainnya. Bioteknologi digunakan dalam berbagai
bidang seperti bidang pengolahan makanan serta bidang lingkungan. Bioteknologi
digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena perkembangannya cepat, mudah
dimodifikasi dan mampu memproduksi bahan baku lebih cepat dan menghasilkan
produk baru. Salah satu contoh bioteknologi adalah padi
transgenik yang dinamakan golden rice. Hasil dari sejumlah proses menjadi beras
yang mengandung beta karoten.
Golden Rice adalah kultivar (varietas) padi transgenik hasil
rekayasa genetika yang berasnya mengandung beta-karotena (pro-vitamin A) pada
bagian endospermanya. Kandungan beta-karotena ini menyebabkan warna berasnya
tersebut tampak kuning-jingga sehingga kultivarnya dinamakan ‘Golden Rice
(‘Beras Emas’). Pada tipe liar (normal), endosperma padi tidak menghasilkan
beta-karotena dan akan berwarna putih hingga putih kusam. Di dalam tubuh
manusia, beta-karotena akan diubah menjadi vitamin A.
Golden Rice berawal dari sebuah keprihatinan. Di negara
berkembang di Amerika Latin, Asia dan Afrika, jutaan anak-anak terancam buta
karena kekurangan vitamin A. Vitamin A banyak terkandung dalam buah-buahan
sayuran yang berwarna merah, kuning, dan oranye. Misalnya pepaya, tomat, dan
wortel. Masyarakat miskin tidak mampu mengkonsumsi buah dan sayuran tersebut
secara rutin demi memenuhi kebutuhan vitamin A.
Jagung, beras, gandum, sorgum dan ubi jalar, secara alami ada
yang berwarnakuning, oranye, dan merah. Ini adalah produk pangan massal dengan
kandungan beta karotin tinggi, yang merupakan perkusor dari vitamin A. Namun
IngoPotrykus seorang pakar bioteknologi tumbuhan dari Institute of Plant
Sciences,Zurich, Swiss, punya ide lain. Ia ingin memasukkan gen pembawa beta
karotin kedalam tanaman padi, hingga beras yang dihasilkan kaya akan vitamin A.
Hasil rekayasa genetika padi Golden Rice dipublikasikan dalam jurnal
ilmiahScience pada tahun 2000. Tahun 2005, Ingo Potrykus kembali mengumumkan
penyempurnaan temuannya, yang kemudian diberi nama padi Golden Rice 2. Sejak
publikasi tentang Golden Rice di jurnal Science, reaksi para penentangnya
sangat keras. Para aktivis lingkungan yang tergabung dalam Green Peace,
palinglantang mengritisi padi Golden Rice. Padi Golden Rice, mereka kategorikan
sebagai padi transgenik, yang akan merusak sumber plasma nutfah alami,sementara
manfaat langsungnya bagi kesehatan konsumen belum teruji dengan baik.
Bagaimana rekayasa golden rice dilakukan, sehingga bijinya bisa
mengandung beta karoten dan berwarna oranye kekuningan?
Beta karoten adalah zat warna oranye kekuningan, seperti pada
tanaman wortel. Ia terbentuk dari bahan dasar (prekusor) geranyl geranyl
diphosphate (GGDP). Melalui jalur biosintesa, GGDP akan diubah menjadi
phytoene, diteruskan menjadi lycopene, dan selanjutnya diubah lagi menjadi beta
karoten. Secara alami, dalam biji padi sudah terdapat GGDP, tetapi tidak mampu
membentuk beta karoten. Perubahan dari GGDP menjadi phytoene dilaksanakan oleh
enzim phytoene synthase (PHY) yang disandi oleh gen phy. Selanjutnya, gen crtI
mengkode enzim phytoene desaturase yang bertanggung jawab untuk mengubah
phytoene menjadi lycopene. Ada satu enzim lagi yang diperlukan untuk mengubah
lycopene menjadi beta karoten, yaitu lycopene cyclase (LYC). Melalui sejumlah
proses, maka gen phy, crtl, dan lyc yang berasal dari tanaman daffodil (bunga
narsis / bakung) disisipkan ke tanaman padi sehingga padi mampu memproduksi
beta karoten berwarna oranye kekuningan, yang kemudian disebut sebagai golden
rice.
Namun banyak juga kontroversi mengenai golden rice ini. Beberapa
pakar kesehatan malah memperkirakan, bahwa dampak negatif beras emas bisa saja
lebih berat, dibanding dengan kekurangan vitamin A yang selama ini
dikawatirkan. Hal ini tidak hanya berlaku bagi beras emas, melainkan juga semua
komoditas pertanian transgenik. Jepang dan Uni Eropa, selama ini paling kuat
menentang masuknya produk-produk pertanian transgenik. Beda dengan AS yang
gencar melakukan produksi sekaligus promosi produk pertanian transgenik,
termasuk memasarkan benihnya. Yang terakhir ini juga dikawatirkan oleh para
penentang beras emas. Sebab hak kekayaan intelektual hasil rekayasa genetika
Ingo Potrykus ini, sudah dibeli oleh Monsanto. Yang akan terjadi kemudian
adalah, negara-negara miskin dan berkembang, justru akan membeli benih padi
Golden Rice dengan harga tinggi. Sementara manfaat langsung dari Golden Rice
belum terjadi. Para pengritik Golden Rice juga menunjukkan, bahwa bahaya
kekurangan vitamin A pada anak-anak negara miskin dan berkembang, bukan sekedar
memerlukan produk pangan massal berbeta karotin, melainkan karena distribusi pendapatan
yang tidak merata secara global. Kemiskinan yang terjadi di Amerika Latin,
Asia, dan Afrika, bukan karena kekurangan sumber daya alam, melainkan karena
adanya eksploitasi dari negara maju.
Sumber :
http://fandestyanafandestyana.blogspot.co.id/2015/10/bioteknologi-berkaitan-dengan-pembiakan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar