Minggu, 26 Juni 2016

Golden Rice : Padi Transgenik

Dewasa ini bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lainnya. Bioteknologi digunakan dalam berbagai bidang seperti bidang pengolahan makanan serta bidang lingkungan. Bioteknologi digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena perkembangannya cepat, mudah dimodifikasi dan mampu memproduksi bahan baku lebih cepat dan menghasilkan produk baru. Salah satu contoh bioteknologi adalah padi transgenik yang dinamakan golden rice. Hasil dari sejumlah proses menjadi beras yang mengandung beta karoten.
Golden Rice adalah kultivar (varietas) padi transgenik hasil rekayasa genetika yang berasnya mengandung beta-karotena (pro-vitamin A) pada bagian endospermanya. Kandungan beta-karotena ini menyebabkan warna berasnya tersebut tampak kuning-jingga sehingga kultivarnya dinamakan ‘Golden Rice (‘Beras Emas’). Pada tipe liar (normal), endosperma padi tidak menghasilkan beta-karotena dan akan berwarna putih hingga putih kusam. Di dalam tubuh manusia, beta-karotena akan diubah menjadi vitamin A.
Golden Rice berawal dari sebuah keprihatinan. Di negara berkembang di Amerika Latin, Asia dan Afrika, jutaan anak-anak terancam buta karena kekurangan vitamin A. Vitamin A banyak terkandung dalam buah-buahan sayuran yang berwarna merah, kuning, dan oranye. Misalnya pepaya, tomat, dan wortel. Masyarakat miskin tidak mampu mengkonsumsi buah dan sayuran tersebut secara rutin demi memenuhi kebutuhan vitamin A.
Jagung, beras, gandum, sorgum dan ubi jalar, secara alami ada yang berwarnakuning, oranye, dan merah. Ini adalah produk pangan massal dengan kandungan beta karotin tinggi, yang merupakan perkusor dari vitamin A. Namun IngoPotrykus seorang pakar bioteknologi tumbuhan dari Institute of Plant Sciences,Zurich, Swiss, punya ide lain. Ia ingin memasukkan gen pembawa beta karotin kedalam tanaman padi, hingga beras yang dihasilkan kaya akan vitamin A. Hasil rekayasa genetika padi Golden Rice dipublikasikan dalam jurnal ilmiahScience pada tahun 2000. Tahun 2005, Ingo Potrykus kembali mengumumkan penyempurnaan temuannya, yang kemudian diberi nama padi Golden Rice 2. Sejak publikasi tentang Golden Rice di jurnal Science, reaksi para penentangnya sangat keras. Para aktivis lingkungan yang tergabung dalam Green Peace, palinglantang mengritisi padi Golden Rice. Padi Golden Rice, mereka kategorikan sebagai padi transgenik, yang akan merusak sumber plasma nutfah alami,sementara manfaat langsungnya bagi kesehatan konsumen belum teruji dengan baik.
Bagaimana rekayasa golden rice dilakukan, sehingga bijinya bisa mengandung beta karoten dan berwarna oranye kekuningan?
Beta karoten adalah zat warna oranye kekuningan, seperti pada tanaman wortel. Ia terbentuk dari bahan dasar (prekusor) geranyl geranyl diphosphate (GGDP). Melalui jalur biosintesa, GGDP akan diubah menjadi phytoene, diteruskan menjadi lycopene, dan selanjutnya diubah lagi menjadi beta karoten. Secara alami, dalam biji padi sudah terdapat GGDP, tetapi tidak mampu membentuk beta karoten. Perubahan dari GGDP menjadi phytoene dilaksanakan oleh enzim phytoene synthase (PHY) yang disandi oleh gen phy. Selanjutnya, gen crtI mengkode enzim phytoene desaturase yang bertanggung jawab untuk mengubah phytoene menjadi lycopene. Ada satu enzim lagi yang diperlukan untuk mengubah lycopene menjadi beta karoten, yaitu lycopene cyclase (LYC). Melalui sejumlah proses, maka gen phy, crtl, dan lyc yang berasal dari tanaman daffodil (bunga narsis / bakung) disisipkan ke tanaman padi sehingga padi mampu memproduksi beta karoten berwarna oranye kekuningan, yang kemudian disebut sebagai golden rice.
Namun banyak juga kontroversi mengenai golden rice ini. Beberapa pakar kesehatan malah memperkirakan, bahwa dampak negatif beras emas bisa saja lebih berat, dibanding dengan kekurangan vitamin A yang selama ini dikawatirkan. Hal ini tidak hanya berlaku bagi beras emas, melainkan juga semua komoditas pertanian transgenik. Jepang dan Uni Eropa, selama ini paling kuat menentang masuknya produk-produk pertanian transgenik. Beda dengan AS yang gencar melakukan produksi sekaligus promosi produk pertanian transgenik, termasuk memasarkan benihnya. Yang terakhir ini juga dikawatirkan oleh para penentang beras emas. Sebab hak kekayaan intelektual hasil rekayasa genetika Ingo Potrykus ini, sudah dibeli oleh Monsanto. Yang akan terjadi kemudian adalah, negara-negara miskin dan berkembang, justru akan membeli benih padi Golden Rice dengan harga tinggi. Sementara manfaat langsung dari Golden Rice belum terjadi. Para pengritik Golden Rice juga menunjukkan, bahwa bahaya kekurangan vitamin A pada anak-anak negara miskin dan berkembang, bukan sekedar memerlukan produk pangan massal berbeta karotin, melainkan karena distribusi pendapatan yang tidak merata secara global. Kemiskinan yang terjadi di Amerika Latin, Asia, dan Afrika, bukan karena kekurangan sumber daya alam, melainkan karena adanya eksploitasi dari negara maju.

Sumber :
http://fandestyanafandestyana.blogspot.co.id/2015/10/bioteknologi-berkaitan-dengan-pembiakan.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar